ICJR meyakini bahwa RUU KUHAP menjadi instrumen paling strategis untuk merealisasikan perubahan fundamental ini dengan semangat due process of law dan perlindungan HAM.
Jakarta, 7 November 2025 – Prabowo Subianto membentuk Tim Percepatan Reformasi Polri melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 122/P Tahun 2025 tentang Pengangkatan Keanggotaan Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian. Tim tersebut beranggotakan 10 orang yang diketuai oleh Jimly Asshiddiqie.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) memandang bahwa tim reformasi yang dibentuk perlu menitikberatkan pada reformasi yang substansial bukan sekadar upaya seremonial semata. Mengingat kewenangan kepolisian yang terlampau besar yang tidak jarang kewenangan tersebut disalahgunakan, terutama dalam aspek penegakan hukum.
Praktik buruk kepolisian yang terjadi saat ini adalah akibat dari tidak adanya pengawasan yang berarti hingga melahirkan impunitas yang akut. Salah satu kewenangan yang dimiliki kepolisian saat ini adalah melakukan serangkaian tindakan pada tahap penyelidikan untuk mengkonfirmasi ada tidaknya tindak pidana, ini merupakan fase paling rentan terjadi penyalahgunaan kekuasaan dimana serangkaian tindakan tersebut justru malah mengarah pada penjebakan untuk menciptakan adanya tindak pidana itu sendiri.

Dalam praktiknya, banyak kasus kriminalisasi dan pelanggaran HAM berawal dari proses penyelidikan yang tidak transparan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Tanpa adanya pengawasan yudisial terhadap tindakan-tindakan aparat yang termasuk dalam tahap penyelidikan, ruang-ruang penyalahgunaan oleh polisi akan terus terbuka.
ICJR mendesak agar Tim Percepatan Reformasi Polri mendorong perubahan fundamental dalam RUU KUHAP dengan memastikan ada checks and balance untuk setiap tindakan yang dilakukan polisi tidak terkecuali dalam tahapan penyelidikan.
Selain itu, ICJR juga mengamanatkan habeas corpus sebagai hak konstitusional dalam RUU KUHAP, yaitu kewajiban polisi menghadapkan orang yang ditangkap sesegera mungkin (tidak lebih dari 48 jam) ke hadapan hakim. ICJR juga mendorong konsep judicial scrutiny dalam setiap pembatasan hak, setiap kewenangan upaya paksa harus berdasarkan izin dari lembaga yang independen dan imparsial yaitu pengadilan.
Tanpa perubahan struktural yang menyentuh akar masalah, reformasi kepolisian hanya akan menjadi retorika belaka. RUU KUHAP menjadi instrumen paling strategis untuk merealisasikan perubahan fundamental ini dengan semangat due process of law dan perlindungan HAM.
Judicial scrutiny adalah mekanisme pengawasan yudisial atau pengawasan pengadilan terhadap tindakan aparat penegak hukum (polisi, jaksa) sejak dini, khususnya terkait upaya paksa seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, untuk memastikan legalitas, kepatuhan pada prosedur, dan perlindungan hak asasi manusia, mencegah penyalahgunaan kekuasaan, serta menjamin asas praduga tak bersalah sebelum perkara sampai ke pengadilan pokok.
SelengkapnyaHabeas Corpus adalah asas hukum fundamental yang menjamin hak seseorang untuk menantang penahanan atau penjaranya yang tidak sah di hadapan pengadilan, memastikan tidak ada penahanan sewenang-wenang tanpa dasar hukum yang kuat. Secara harfiah berarti “kamu akan memiliki tubuh,” perintah ini memaksa pihak yang menahan untuk membawa orang yang ditahan (tubuhnya) ke pengadilan untuk diperiksa keabsahan penahanannya, melindungi kebebasan individu dari penyalahgunaan kekuasaan negara.
ICJR (Institute for Criminal Justice Reform) adalah lembaga kajian independen yang memfokuskan diri pada reformasi hukum pidana, reformasi sistem peradilan pidana, dan reformasi hukum pada umumnya di Indonesia.




