Membangkang Sistem Tata Negara dan Langkah Mundur Reformasi Polri: Perpol 10/2025 yang Inkonstitusional dan Melegitimasi Praktik Rangkap Jabatan Harus Segera Dicabut

RFP menilai penerbitan Perpol 10/2025 oleh Kapolri secara terang-terangan melanggar hukum, menentang konstitusi, dan membangkangi semangat serta upaya reformasi Polri.

Jakarta, 16 Desember 2025 – Pada 9 Desember 2025, Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo menandatangani Peraturan Polri No 10 Tahun 2025  (“Perpol 10/2025”) yang membolehkan anggota kepolisian aktif menduduki jabatan di 17 instansi, baik dalam jabatan manajerial maupun non manajerial. Terkait penerbitan Perpol tersebut, Koalisi Reformasi Kepolisian (RFP) berpandangan sebagai berikut:

Pertama, Perpol 10/2025 sangat bermasalah dan merupakan bentuk pembangkangan Kapolri terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang final dan mengikat. Putusan MK tersebut melarang anggota kepolisian menduduki jabatan di luar kepolisian atau melakukan rangkap jabatan sebelum mundur dan pensiun dari kepolisian.

Kedua, Perpol 10/2025 merupakan bentuk regulasi yang melawan hukum karena jelas level aturan internal administratif seperti Perpol tidak boleh melanggar aturan yang lebih tinggi, apalagi konstitusi. Terlebih, MK telah secara jelas menggugurkan frasa “berdasarkan penugasan dari Kapolri” yang selama ini menjadi lampu hijau atau ruang abu-abu penempatan Polri aktif di institusi/lembaga negara lainnya.

Ketiga, Perpol 10/2025 bermasalah karena melampaui ruang lingkup kewenangan kepolisian dalam membuat peraturan. Jika dilihat dari jenis peraturannya, Perpol adalah suatu peraturan yang hanya mengikat kedalam dan tidak boleh mengatur institusi atau kementerian lembaga lain. UU Kepolisian Pasal 15 ayat 1 huruf e juga membatasi bahwa aturan yang dapat dibuat oleh kepolisian hanya dalam lingkup kewenangan administrasi kepolisian saja.

Menambah atau mengurangi kewenangan institusi atau lembaga negara adalah kewenangan DPR bersama dengan pemerintah, bukan kewenangan Kepala Kepolisian. Polri jelas tidak memiliki kewenangan untuk mengatur lembaga lain, termasuk perihal pendudukan anggota Kepolisian ke 17 instansi negara lain yang jelas sudah dilarang oleh MK.

Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Enny Nurbaningsih (kanan), Guntur Hamzah (tengah), dan Arsul Sani (kiri) berdiskusi saat sidang pembacaan putusan uji materiil UU Polri di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025). MK mengabulkan uji materi terhadap pasal 28 ayat 3 UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sehingga kini anggota Polri aktif harus mengundurkan diri atau pensiun untuk menduduki jabatan di luar kepolisian. Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A.

Keempat, Perpol 10/2025 kontradiktif dengan semangat reformasi kepolisian yang tengah disuarakan publik dan sedang diupayakan oleh Presiden melalui pembentukan Komisi Percepatan Reformasi Polri. Perpol ini lagi-lagi menunjukkan betapa bermasalahnya kepolisian di tengah Komisi Percepatan Reformasi Polri  sedang bekerja untuk merumuskan rekomendasi perbaikan kepolisian. 

Belum selesai rekomendasi dirumuskan, Polri telah bermanuver dengan menerbitkan Peraturan Kepolisian yang justru akan menambah kekacauan hukum karena membuka jalan bagi polisi aktif menjabat di luar institusi kepolisian yang bertentangan dengan putusan MK dan semangat pembenahan kepolisian.

Berdasarkan empat hal di atas, kami menilai bahwa dengan menerbitkan aturan ini, Kapolri telah secara sengaja dan terang terangan melanggar hukum, menentang konstitusi, dan membangkangi semangat serta upaya reformasi Polri. Pembangkangan ini tidak boleh dan tidak dapat ditoleransi.

Terkait penempatan anggota kepolisian di luar institusi, jikapun hal ini dibutuhkan, harus melalui revisi UU Polri dan anggota kepolisian mesti pensiun atau mundur, sesuai putusan MK. Putusan MK tersebut telah sejalan dengan praktik tata kelola negara yang baik dan meminimalisir persoalan konflik kepentingan.

Praktik penerbitan aturan yang melampaui wewenang oleh Kapolri ini jika dibiarkan akan  merusak tatanan demokrasi dan negara hukum kita. Terlebih, ini bukan pertama kalinya Kapolri menerbitkan peraturan bermasalah.

Sebelumnya, Kapolri juga menerbitkan Peraturan Kapolri No. 4 Tahun 2025 tentang Penindakan Aksi Penyerangan terhadap Polri yang mengatur muatan pembatasan HAM dengan memperbolehkan penggunaan senjata api untuk menembak warga. Ketentuan ini semestinya menjadi level pengaturan UU bukan sekedar aturan di level internal Kepolisian. Sayangnya, meski ilegal tidak ada tindakan apapun dari Presiden maupun DPR RI untuk mengoreksi Peraturan Internal tersebut.

Berkenaan dengan hal diatas, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri (RFP) mendesak:

  1. Presiden memerintahkan Kapolri untuk segera mencabut penerbitan Peraturan Kepolisian bermasalah yang membuat institusi Kepolisian secara terang benderang melawan hukum, konstitusi, dan upaya reformasi Polri yang tengah dijalankan Presiden melalui Komisi Percepatan Reformasi Polri. Presiden mesti membuktikan bahwa komitmennya untuk Reformasi Polri bukan hanya sekedar omon-omon dan sandiwara belaka. Terlebih pasca pembentukan Komisi Percepatan Reformasi Polri sudah dilakukan pengesahan UU KUHAP bermasalah yang justru menambah kuasa dan menjadikan lembaga ini semakin super power serta membuka celah lebar penyalahgunaan kewenangan Kepolisian; 
  2. Kapolri segera membatalkan Perpol 10/2025 dan berhenti melakukan manuver problematik yang tidak sejalan dengan ketentuan hukum, konstitusi, dan semangat reformasi polri;
  3. DPR RI untuk segera melakukan evaluasi terhadap Kapolri dan menjalankan fungsi pengawasan terhadap kepolisian serta serius mendorong tuntutan rakyat untuk reformasi kepolisian bukan justru melakukan pembiaran atau memberikan legitimasi terhadap praktik melampaui wewenang yang dilakukan oleh Kapolri;
  4. Mendesak Kapolri Sigit Listyo Prabowo untuk mundur atau Presiden segera mencopot Kapolri karena gagal mendorong perbaikan dan reformasi kepolisian, namun justru menerbitkan berbagai kebijakan kontroversial yang membawa langkah mundur upaya reformasi kepolisian yang tengah dijalankan.

Berita Terkait