YLBHI merilis dokumen evaluasi respons pemerintah dan DPR RI pasca aksi Agustus 2025.
Jakarta, 15 September 2025 – Di tengah krisis ekonomi dan iklim yang menekan rakyat, harga pangan melonjak hingga 90%, sementara program ketahanan pangan bernilai 155,5 triliun rupiah gagal menahan kenaikan. Petani dan masyarakat adat kehilangan lahan akibat proyek food estate, rantai pasok beras makin rumit, dan kebijakan pemerintah justru memperkuat dominasi korporasi pangan.
Pada saat yang sama, kekerasan aparat dalam aksi Agustus 2025 menelan korban jiwa dan ratusan penangkapan sewenang-wenang, termasuk terhadap anak di bawah umur. Namun, agenda reformasi Polri yang mendesak sama sekali tak digubris, bahkan anggaran kepolisian yang menembus Rp100 triliun kian diarahkan untuk pengendalian massa dan pembelian senjata.
Ironisnya, ketika rakyat harus menanggung beban harga pangan mahal dan represi, pemerintah dan DPR tidak melakukan evaluasi maupun perbaikan substantif. Mereka bahkan membentuk tim pencari fakta yang hanya melibatkan aparat negara, tanpa jaminan independensi.
Situasi ini menegaskan pentingnya reformasi kebijakan pangan dan institusi kepolisian: memperkuat produksi pangan lokal, menjalankan reforma agraria sejati, memecah fungsi kepolisian agar akuntabel, dan menghentikan praktik kekerasan serta kriminalisasi warga. Hanya dengan langkah mendasar tersebut, negara dapat memulihkan kepercayaan publik dan menegakkan keadilan sosial.

YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) adalah sebuah organisasi yang menyediakan bantuan hukum gratis bagi masyarakat miskin dan rentan, memperjuangkan tegaknya hukum, demokrasi, dan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia, serta berfungsi sebagai payung hukum bagi LBH-LBH di berbagai daerah di Indonesia.




